Sunday 23 December 2012

Tapak Para Pejuang dalam RIHLAH itu sangat membekas

Voting dimana - mana, perdebatan argumen pun tak bisa di hindari,, antara pejabat dan ketua pelaksana Rihlah , heeem cukup sengit menurutku yang pertama kali ikut rihlah , seriweh ini kah prosedurnyaa ??
but , kesengitan itu berujung manis ,, Yaps Minggu 23 Desember 2012 menjadi tanggal pilihan kita untuk berangkat Rihlah.

Minggu , pukul 06.30 kita berangkat dengan 6 rombongan dalam 6 mobil pribadi, Alhamdulillah cuacanya pun mendukung dan meridhoi keberangkatan kita. Bismillah ,, kita berangkaaaat pemirsaaa :D




Rihlah yang mengusung tema "TAPAK PARA GURU PEJUANG"  itupun dimulai, Aku bersama Bu Ade , Bu Alfi, Bu Fatma, dan Pa Sigit , kebagian di mobil APV milik pa Azro'i yang di kemudikan oleh pak Didi, dan Alhamdulillahnya lagi mobil yang aku tumpangi tidak terlalu penuh cukup leluasa lah tidak seperti mobil yang lain :D

Perjalanan pun dimulai,,,,,, 
oke tidak ada cerita yang di bawa kalo lurus2 aja perjalanannya , Rombongan aku pun nyasaaar ! *sedikit siih* Pak Didi yang asyik mengobrol dengan pa Sigit salah masuk tol !! *oalaaah gimana ini gimanaa* tenang pemirsaah , cukup puter balik bentar kita masuk lagi ke tol yang bener :D

Iyaaps seperti sudah menjadi budaya yah di daerah puncak, sistem buka tutup jalan .. alhasil kita nunggu di Rest Area KM ??? *km berapaa yaa ? lupa* gaak lengkap rasanyaaa kalo gak mengabadikan moment kameraaa keluariin kameraa :D
foto2 bentar dan pak Kepala Sekolah mengintruksikan untuk berkumpul kembali dan melanjutkan perjalanan, . Oke kita lanjutkan perjalanan serta menikmati kemacetan yang ada :D

 Alhamdulillah sudah memasuki daerah CURUG PANJANG nya,, curug panjang lagi fit? bukannya baru kesana bulan lalu bersama teman LDK ? Iyaaps Curug panjang pula lah yang menjadi tujuan Rihlah kita gapapa lah sekalian memutar kembali memori akan ukhuwah yang indah itu bersama teman-teman LDK :D 
kali ini bersama Guru dan Staff Aulady :) . Wiissh Subhanallah, sepanjang perjalanan bu Alfi tidak berhenti bertakbir ! karena rute yang begitu meliuk-liuk dan sempit serta licin membuat hati sedikit menciut dan adrenalin merasa sedikit tertantang :) sementara aku sibuk menjadi seksi dokumentasii (LAGI) 

Sekitar pukul 10.30 kita tiba di gerbang curug panjang, Bu Ade bergegas membayar Tiket dan Bapak2 guru siap membawa barang2 . Disini lah TAPAK PARA PEJUANG Itu akan di mulai dan meninggalkan BEKAS yang tidak akan terlupakan :D

Baru saja beberapa meter berjalan menuju curugnya, pak Dowie tasnya jatuh kejurang karena putus seketika panik, pak Rudi yang mencoba mengambil pun tidak teraih., Tapi Alhamdulillah memang masih rezekinya pak Dowie tasnya bisa di ambil juga :) 

Istirahat sebentar lalu pak Ketu dan Pak KepSek mengarahkan kita untuk berkumpul dan membuat sebuah lingkaran, Acara pun di buka dengan di pandu oleh Pak Erwin dengan pembacaan surat Ar-Rahman oleh Ust Faqih (yang sedang naik daun *uleet kali) di lanjutkan oleh sambutan dari pak  Ketua  dan Pak Kepsek,, Yaps meningkat ke acara selanjutnya yaitu pembagian DOORPRIZE ! horeey ! ni saatnya ngerjain guru2 *ketawa jahat* aku yang di tunjuk sebagai PJ DOORPRIZE sedikit memasukan bumbu2 ngerjain di dalam gulungan doorprize nya atas ide Pa Muluk dan Pa Erwin ,, 
yaaps pembagian doorprize pun selesai saatnya ISHOMA ,, dan di lanjutkan oleh Games yang masih di pimpin oleh pak Erwin ..


GAME STARTED . seruuuu ! lagi dan lagi memngingatkan kembali akan Study Wisata Bersama teman LDK :) 
games pertama masih ice braking yang cukup ringan yang akhwat dan ikhwan masih di pisah,, dan games ke dua aku kebagian kelompok LEBAH dengan pak Rohmat, Bu Septi, Bu Diaz, Bu Ria, Mba Narni, Pak Iwan , Bu Arti , Bu Utha, *siapa lagi yaak lupa*ini baru games ! kekompakan sangat di uji, di lanjutkan dengan game yang lebih seru,, main timpuk-timpukan air,, dan disinilah kesempatan saya untuk menimpuki kepala sekolah *kapan lagii yeekann* :D.


 










 FREE PLAY ! saatnyaa main airrr :D curuuug im coming :) okeeeh kita mulai main air sepuasnyaaah tawa dan canda tercipta menjadi satu bersama suara gemerencik air curug *aseek puitisnya keluar :P* ,, dan  hujan menghantarkan kita untuk kembali naik ke atas, karena takut terjadi air bah atau semacamnya,, 


 
pukul 15.00 kita kembali naik ke saung dimana tempat pertama kita singgah , setelah ganti baju dan macam2nya, sambil menunggu hujan yang mulai deras reda, Bapak2 memilih mengahangatkan diri dengan minum kopi ,, dan Aku lebih memilih menukmati kedinginan dengan segelas energen di tangan ku ,, 
Hujan tak kunjung reda,, Huuuh gimana mau pulang ini ??? 


Kecemasan berlanjut saat melihat air terjun yang tadinya sangat jernih menjadi cokelat pekat . Ya Allah gak bisa pulang ini mah .. kata itu yang terbesiit di hatiku saat melihat pemandangan itu ..
Kecemasanku pun di kuatkan oleh air terjuan kecil yang sangat tenang yang kita lewati sebelumnya meluap bak air bah , Ya Allah,, masa iya harus terisolasi dalam keadaan yang seperti ini dengan baju yang basah dan badan yang sangat menggigil, aku sudah tidak kuat lagi :(

Tetapi keadaan pula lah yang memaksaku untuk kuat menyebrangi air terjun yang seperti air bah itu , Pak Erwin memberanikan diri pasang badan untuk menyebrangkan ku dan Bu Ade . Pak Erwin memegangku erat agar bisa menyebrangi dan menerobos air terjun itu , Alhamdulillah Subhanallah Allahuakbar ,, aku bisa menyebrangi nya,, dan menunggu teman2 guru yang lain untuk menyebrangi air terjun itu dengan muka panik dan pucat pasi serta takbir yang tidak berhenti di lafadzkan,, Pak Januar dan Pak Muluk Berinisiatif memakai Webbing Outbound sebagai tali pegangan untuk menyebrangi air terjut tersebut .. Alhamdulillah , kita bisa juga menyebranginya :) . Dibalik Air bah itu lah sangat terlihat kuat jalinan Ukhuwah yang tidak bisa di pungkiri bahkan terlihat seperti tembok yang kokoh yang tidak mudah di hancurkan, saling tolong menolong, saling mengkhawatirkan satu sama lain, Subhanallah,,jadikanlah ukhuwah kami tetap indah seperti ini Ya Robb..

 Perjalanan pulang pun dihiasi oleh rintik hujan serta baju basah yang menempel dibadan, berharap kondisi badan tetap fit dan tidak sakit , di tambah lagi AC mobil yang menyala membuat aku merasa sangat mengigil ... huuuftt rihlah yang cukup melelahkan dan tidak terlupakan deh :) 

Waktu makan malam tiba ,, kami memutuskan untuk makan malam di Taman Jajan BSD, Segelas Teh panas dan Mie Ayam menjadi menu  makan malamku , cukup mengurangi rasa dingin yang mendera dari curug tadi :) lagi dan lagi Alhamdulillah :)

 Kita kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Aulady ...huuuuuftt ingin segera pulang dan bertemu dengan kasuur dirumah rasanya :( .
Rintik Gerimis menghantarkan ku dan Bu Maya untuk pulang kerumah ,, dan pukul 21.00 Alhamdulillah kita samapai dirumah dengan untuh tanpa kekurangan ..

 Ukhuwah itu seperti angka 8 dan 0 angka yang tidak ada ujungnya dan tidak ada akhirnya, Indahnya Ukhuwah dalam tawa, kepanikan, ke khawatiran itu sangat terasa dan sangat membekas.. berharap selalu seperti ini dalam keadaan apapun :) dan menjadi Everlasting Ukhuwah, Thanks To Allah ,, telah memberikan kesempatan untuk menciptakan moment seindah ini ,, 
TAPAK perjuangan dan Ukhuwah itu membatu dan terukir indah di CURUG PANJANG :)  
 









Friday 30 November 2012

Belum Ada Judul

  Bagiku tidak cukup setengah tahun hari-hariku penuh dengan semerbak gerak-gerikmu. Aku ingin lebih dari itu.....


Saat pandang kita bertemu. Aku mengerti, mas sedang memahamiku.

Saat matamu menatapku,  aku pun mengerti bahwa mas sedang meyakinkanku

;begitulah saat matamu berbicara. Mengungkapkan lebih dari bendungan perasaanmu.

Mengurai kekhawatiranmu akan diriku.

Aku menangkap banyak makna dari siluet tatapmu.



Saat jemarimu mengeja jemariku.

Aku mengerti, mas ingin sekali menuntunku.

Bukan sekedar menuntun melainkan mas juga ingin dituntun.

Maka, saat itu mas benar-benar menggenggam tanganku.

Lagi-lagi mas sedang meyakinkanku

;genggamanmu meyakinkan akan kuatnya perasaanmu padaku.



Saat bahumu begitu tegap disampingku.

Aku mengerti, mas menawarkan sandaran untukku

;sandaran manusiawi yang berfasilitas surgawi.

Begitulah bahumu menyiratkan ketenangan demi menjagaku.



Saat mas mengecup punggung tanganku.

Saat itu mas memajamkan mata.

Sesaat aku kehilangan siluet matamu.

Namun, mas menggantinya dengan sketsa kehangatan

;begitulah saat mas meluahkan seluruh rasamu padaku.

Saat itulah aku ingin detik waktu berhenti di suasana ini.



Aroma di setiap saat bersama mas itu menjadi tulisan pada lembaran diari hariku. Sejak kukenal di akhir tahun silam, mas selalu menjadi purnama dihatiku,



”aku sayang padamu,” katamu serius.



”apa yang berbeda dari sayang padaku terhadap yang lain?,” tanyaku tak kalah serius darinya. Cukup kerlingan matamu menjadi jawaban. Tega nian dirimu, mas. Sejak itu aku terus mencari jawaban dari kerlingan matamu.     

 to be continued ..........

Wednesday 21 November 2012

Si Gadis Frankfurt

Seorang gadis berpenampilan lembut menarik perhatian saya di masjid Minggu siang itu. Dia duduk dengan anggun sambil mengulum senyum. Pandangannya tertuju pada tingkah lucu anak-anak yang duduk melingkar mengitari seorang guru yang sedang melatih mereka menghafal bacaan shalat.
“Hmmm…siapa dia ya?”rasa penasaran menyergap pikiran saya. Namun saya urungkan niat untuk menyapanya khawatir mengganggu proses belajar-mengajar saat itu. Selang berapa detik kemudian saya pun terhanyut dalam suasana cerianya anak-anak yang semangat mengikuti kata per kata yang diucapkan sang guru.
Tak lama kemudian terdengar suara muadzin mengumandangkan adzan. Kami semua segera menghentikan aktivitas lalu mulai mengantri wudhu. Usai berwudhu, saya segera menuju ruang shalat. Di shaf paling depan dan dua baris sesudahnya para pria dan anak-anak kecil telah berbaris rapi. Sementara itu di shaf tempat anak-anak perempuan, nampak seorang guru sedang sibuk mengenakan mukena pada anak-anak yang masih kecil. Saat hendak menuju shaf paling belakang, saya terkejut karena si gadis anggun tadi telah duduk di barisan yang hendak saya tuju.
Dia menyunggingkan seulas senyum kala saya menghampiri dan duduk sebelahnya. Saya pun membalas senyumnya sambil menata hati mengusir segala ragu untuk mengulurkan tangan padanya. Akhirnya kami pun bersalaman sambil menyebutkan nama masing-masing. Tak berapa lama kemudian muadzin mengumandangkan iqomat, serentak semua jamaah berdiri. Dia pun ikut berdiri lalu merapatkan tutup kepala dari jaket putih yang ia kenakan. Secara spontan saya meminta seorang sahabat mengambilkan mukena untuknya. Terlihat raut senang terpancar di wajahnya kala dibantu sahabat saya mengenakan kain untuk shalat itu.
Ada rasa haru menjalari hati saya tiap kali imam bertakbir memimpin gerakan shalat siang itu. Subhanallah! Sungguh tak saya sangka sebelumnya, ternyata ketika tadi dia menyampaikan keinginan untuk mempelajari shalat adalah dengan ikut melakukannya. “Ya Allah, semoga masjid ini dan orang-orang yang memakmurkannya menjadi jalan baginya untuk memperoleh hidayahMu!” pinta saya di penghujung doa.
Usai shalat, kami segera berkemas karena hari itu kami berencana mengunjungi sebuah bazaar penggalangan dana. Sayang sekali dia tak bisa ikut kami karena mesti bekerja. Saat hendak berpisah, dia berbisik menyampaikan rasa sukanya telah ikut shalat dan berjanji akan kembali datang di hari Selasa saat ta’lim ibu-ibu rutin dilaksanakan.
———————————

Sosok anggun itu kembali hadir di masjid sesuai janjinya beberapa hari lalu. Saya baru menyadari kehadirannya usai membaca quran secara berkelompok pada sesi pertama pengajian selesai dilaksanakan. Saat menunggu ceramah pada sesi berikutnya, saya manfaatkan waktu jeda itu untuk mengenalnya lebih jauh. Sejenak saya coba kumpulkan kosakata Jerman yang masih terbatas dalam memori saya dan beranikan diri untuk memulai percakapan dengannya.
Akhirnya saya tahu, dia adalah seorang mahasiswi Universitas Humboldt yang sedang mempelajari Indonesia. Hmmm…Saya jadi teringat beberapa waktu lalu dari universitas yang sama sekelompok muda-mudi rajin mendatangi masjid dan bertanya banyak hal pada pengurus. Tetapi gadis yang mengaku berasal dari Frankfurt ini tidak saya lihat berkelompok dengan mereka. Entahlah saya tak berani bertanya lebih lanjut.
Ketika saya sibuk meredam niat untuk bertanya banyak hal padanya, tiba-tiba saja dia bertanya apakah saya bisa membaca Quran. Saya mengangguk, lagi-lagi dia bertanya apakah saya membaca tulisan arabnya atau terjemahannya. Saya kembali menjawab, dua-duanya. Terlihat sorot kagum darimatanya, lalu dia mengatakan bahwa dirinya baru bisa membaca terjemahan. Rupanya, tadi dia mengambil dari rak masjid sebuah quran terjemah berbahasa Jerman. Saya katakan padanya, bahwa suatu saat dia pasti bisa membaca al-Quran.
“Wirklich?” ia bertanya antusias. Sekali lagi saya lihat binar penuh harap dalam tatapan matanya. Saya mengangguk mantap sambil memperlihatkan sebuah buku IQRA kemudian lembar demi lembar saya buka, mencoba mengenalkan huruf-huruf hijaiyah kepadanya. Dia memperhatikan huruf-huruf itu dengan seksama, kemudian tersenyum. Entahlah, apa maksud senyumnya kali ini.
Saat ceramah berlangsung, gadis Frankfurt itu duduk sebelah saya. Nampak dia begitu serius mendengarkan uraian sang ustadzah. Untunglah seorang sahabat membantu menerjemahkan ke dalam bahasa Jerman isi ceramah yang pada kesempatan itu membahas tentang asma’ul husna. Dia terlihat mengangguk-angguk senang menyimak penjelasan dari sahabat saya itu. “Ya Allah, jadikanlah tuturan sahabat saya itu menjadi jalan baginya menempuh jalan kebenaran”, doa saya dalam hati.
Di penghujung acara pengajian, saat biasanya ibu-ibu “menyerbu” ruang belakang tempat beraneka ragam makanan ala Nusantara tersaji, gadis Frankfurt itu pun turut serta. Dia terlihat begitu senang dengan suasana makan bersama tersebut. Sambil menikmati makanan, dia bercerita pada saya tentang keluarga dan aktivitasnya. Sayang sekali saya tak bisa berlama-lama mendengarkan ceritanya karena jam sudah menunjukkan waktu menjemput anak tiba.
Saat berpamitan padanya, dia merangkul saya sambil menyampaikan rasa senangnya bisa berjumpa dan berkumpul dengan muslimah-muslimah Indonesia, dan dia ingin kembali mengikuti kegiatan ta’lim tersebut di pekan mendatang.
“Saya bisa bicara bahasa Indonesia sedikit, tapi saya mengerti kalau orang Indonesia bicara..”.tiba-tiba saja kalimat itu terucap dari lisannya dengan sedikit susah payah.
“Kalau begitu sering-seringlah kemari, ” kata-kata itu spontan saya ucapkan karena kaget campur gembira dengan apa yang baru saja saya dengar darinya. Terlintas kembali sikap saya saat makan bersama tadi yang lebih banyak mendengar dari pada bicara karena keterbatasan bahasa.
Ia mengangguk menyetujui tawaran saya. Akhirnya saya benar-benar pamit dan segera bergegas menuju pintu. Dalam bis yang mengantarkan saya pulang, tak henti kudoakan gadis Frankfurt itu mendapat cahaya hidayahNya... Insya Allah.

Friday 16 November 2012

Genangan Darah Cinta Palestina

Surat cinta terkirim kepenjuru dunia
dengan segenap asa kedamaian
kata cinta sebagai karunia
hanya terpendam di medan pertempuran

ingin rasanya menuai surga
kala tetesan dara berkucuran
dalam setiap sayatan luka
di sekujur tubuh yang telah tak terhiraukan

kini, setiap hembasan napas
mengalir bersama darah segar yang suci
demi mempertahankan hak-hak yang dirampas
oleh para koloni-koloni zionis banci


Palestina,
Negeri sempit, pendudukmu bagai angsa-angsa putih,
dan sebuah nilai perjuangan berkobar di atas jantungmu
Belum juga ada kedamaian atau kemerdekaan berdentang
Yang ada hanya mereka dengan kata-kata zionism-nya
Menoreh darah derita pada permukaan pasir suci
Hanya kau, Palestina, dengan sebutir peluru di dada
menghirup nafaspun sesak,
letusan dan kedamaian beku


Masya Allah,
Berpuluh tahun para peserakah datang dan pergi
mengumbar angkara
Perang, puing-puing, mayat-mayat, bangkai berserakan
Sebuah perjanjian tak berarti akan selesaikan nasibnya
di belantara negeri yang sedang terbakar
Pion-pion perdamaian kini tak lagi berpacu
Sementara anjing zionis menyalak berdalih
Dan pioner itupun menundukkan kepala
di atas bukit pyramid
dengan teriakan melengking seperti jeritanmu
yang diberondong seribu peluru
Hatiku berkecamuk ketika kudengar mulut-mulut peserakah berkoar
sehingga paha mulus zionis sekarang
menantangku berkelahi
di tanah Gaza yang terbangun
oleh benteng-benteng kemurkaan


Walau nyawa telah berada tinggorokan
selagi jantung masih bedetak
walau harus merangkak-rangkak,
selagi nadi masih berdenyut
kobaran jihad takkan pernah surut

setiap peluru musuh yang menembus kulit
adalah penambah kekuatan perang
setiap tetesan darah yang mengalir dari jantung
adalah pembakar semangat jihad

Berjuang dengan segenap jiwa dan raga
membela palestina tercinta
adalah niat luhur para syuhada
tuk menggapai ridha Azza wa Jalla

Surat Untuk Sang Kekasih

Duhai Kekasih yang tak pernah ku temui…
Ketika semua tinta pena telah kering dan mulai memutih…
Ketika semua irama telah mati…
Ketika semua kehidupan telah sesaat terhenti…
Saat itulah hati mencoba untuk mengukir dan melukis bayang Diri-Mu yang mulai terpatri…
***
Duhai Kekasih yang tak pernah ku temui…
Waktu ku hidup memang tak selamanya dan itu kusadari…
Waktu ku menapak jalan memang tak selamanya dan itu kusadari…
Waktu ku menikmati bumi memang tak selamanya dan itu kusadari…
Saat itulah hati mencoba untuk mengukir dan melukis bayang Diri-Mu yang mulai terpatri…
***
Duhai Kekasih yang tak pernah kutemui…
Dari sekian waktu ku tarik nafas dan hembuskannya kembali…
Dari sekian waktu ku membuka mata dan menutup kembali
Dari sekian waktu ku berjalan dan berhenti kembali…
Saat itulah hati mencoba untuk mengukir dan melukis bayang Diri-Mu yang mulai terpatri…
***
Duhai Kekasih yang tak pernah ku temui…
Ijinkanlah ku bersimpuh lebih dari detik yang telah Kau tetapi…
Ijinkanlah ku bersujud walau masih saja mencari nurani…
Ijinkanlah ku tumpahkan segala airmata walau tak pernah teryakini…
Saat itulah hati mencoba untuk mengukir dan melukis bayang Diri-Mu yang mulai terpatri…
***
Duhai Kekasih hati yang tak pernah ku temui…
Masih pula banyak luka dan onak dalam hati…
Masih saja banyak dusta diri yang tak tersadari…
Masih saja banyak airmata sebagai sesal hati…
Saat itulah hati mencoba untuk mengukir dan melukis bayang Diri-Mu yang mulai terpatri…
***
Duhai Kekasih yang tak pernah ku temui…
Kelak setelah nanti waktuku telah terhenti…
Kelak setelah airmatapun tiada arti lagi…
Kelak setelah semua sesal diri telah habis pergi…
Berikanlah kesempatan untuk diri hina ini memandang Cahaya Diri-Mu yang begitu Suci…
Walau hanya dua detik, sampai akhirnya mata ku tutup kembali…
Ijinkanlah indahnya Cinta-Mu walau hanya se-ara, namun itu pun yang sekarang kupendam dan tak pernah mati…
Matikanlah ragaku tetapi tidak dengan Cinta ini…Duhai Kekasih yang tak pernah ku temui…

Friday 2 November 2012

Muhasabah Malam "AZIZAH SEKARANG DITEMANI ALLAH, MAMA...

"AZIZAH SEKARANG DITEMANI ALLAH, MAMA...
posted by : penenun Kata 

Bismillaahir-rahmaanir-rahiim...Namaku Azizah, aku murid kelas 3 SD. Mamaku.. dia seorang yang sangat baik dan penyayang. Walaupun jarang bertemu aku karena harus bekerja, tapi mama adalah satu satunya yang aku punya, selain si mbok yang selalu menemaniku setiap hari di rumah.

Hari ini aku ditanya temanku, "Mana papa kamu? kok nggak pernah jemput ke sekolah?". Aku bingung, apa itu "papa" ?. Dia bilang papa adalah seorang cowok sama seperti dia. Kok aku nggak pernah lihat dirumahku ada orang seperti cowok.

Aku pulang ke rumah, aku bertanya pada mama, apa itu cowok dan apa itu "papa". Tapi entah kenapa mama menangis. Apa aku jahat? aku belum pernah melihat mama menangis. Dan sekarang aku membuat mama menangis.

Mama hanya memelukku. Dan bilang "Papa kamu jahat, dia tidak menginginkanmu, sayang. Dia suka memukul mama". Mama terus memelukku erat.

Aku menyeka air matanya. Mama terheran melihatku tersenyum.
" Kenapa kamu tersenyum? "

" Apa papa itu cowok seperti Haris teman sekelasku ma?"
" Iya"

" Ma, jangan sedih. Yuk kita maafin papa"
" Maksud adek apa?"

" Papa kan cowok sama seperti Haris. Haris setiap hari menggangguku dikelas. Jajanku suka diambil sama dia, ma. Dia juga nggak suka kalau aku dekat dekat dia, dan aku juga suka dipukulnya."

" Kamu nggak balas, sayang ? "

" Tapi bu guru bilang, kata Allah kita harus memaafkan. Allah suka sama orang yang memaafkan" Jawabku sambil tersenyum

Ya Allah, kenapa mama tambah menangis... aku salah ya?

Hari ini aku tidak melihat mama ada di rumah. Akupun asik main boneka dan kelereng di depan rumah sendirian.

Tiba- tiba mama menghampiri aku

" Mama pulaaaang" Aku menyambutnya dengan gembira.
" Lagi main apa sayang" Tanya mama

" Main kelereng, ma"
" Anak cewek kok main kelereng ?"

" Katanya bu guru aku bisa sambil belajar berhitung. Senin, selasa, rabu, kamis..."

" Berhitung hari?"

" Iya. Mama aku kasih 20 kelereng ya. kita masukkan dalam botol ini. Hari ini sama besok berarti kelerengnya udah berkurang dua ya ma? tinggal 18 lagi."

" Pinter anak mama" Kata mama sambil tersenyum

Aku senang sekali melihat mama tersenyum

" Ma, kalau nanti kelerengnya tinggal satu. Berarti harinya tinggal satu ya ma"

" Maksudnya adek?"
" Berarti kalau kelerengnya habis kan harinya juga habis"

" Lalu", Mama masih bertanya
"Berarti nggak bisa hidup lagi ya ma. Terus bisa ketemu sama Allah. asiiik"

" Azizah kok bilangnya gitu"
"Yah biar nanti tiap pagi Azizah ditemani sama Allah. Kan mama sibuk kerja. Azizah seneng kalau ada yang menemani gitu ma."

Ya Allah mama memeluk aku dan menangis (lagi)...

" Mama jangan menangis. Azizah di critain sama bu guru, kalau surganya Allah itu indah. Azizah bisa setiap hari main disana. Jadi mama nggak perlu sedih, Azizah nggak sendirian kok."

Kali ini aku semakin nggak ngerti mama mencium dan memelukku eraaat sekali.

Ahhh....senangnya hari ini bisa sarapan sama mama.

" Ma, kok nggak kerja?"

Mama hanya tersenyum

" Mama jadi ngajak aku jalan- jalan hari ini?
" Iya sayang" Jawabnya singkat

Aku segera membereskan mainanku, namun ketika aku melewati kamar, aku dengar mama marah- marah dengan seseorang di telepon. Mama bilang sekarang sudah tidak kerja. Dan mama protes karena uang yang diberi orang itu kurang. Aku bertanya didalam hati, siapa orang itu?

Aku pergi ke kamar dan memecahkan celenganku. Wah uang koinku banyak sekali, ini pasti cukup untuk bantu mama, pikirku.

" Ma, ini uang tabunganku." kataku

Aku menaruhnya di dalam sarung bantal karena jumlahnya yang banyak.

" Ini apa sayang?"

" Ini uang tabunganku ma, biar mama nggak bingung lagi, katanya uang mama kurang"

" Sayang kamu dengar dari siapa?"

" Tadi kan mama telepon. maap tadi adek nggak sengaja dengar. Mama, kalau bisa jangan marah sama orang yang sudah beri kita uang. Azizah juga nggak pernah protes diberi uang saku berapapun sama mama. Azizah udah seneng kok ma" kataku sambil memeluknya ..

Mama memandangku lama, dan mengangguk sambil senyum. Cantik sekali..

Hari selanjutnya mama mengajakku jalan jalan. Katanya mau ketemu bu dokter di rumah sakit. Aku diminta mama, untuk menunggu di luar bersama si mbok. Ramai sekali disini. Aku coba membuka pintu, dan aku mendengar bu dokter bilang " saya rasa tidak lebih dari sebulan..."

Ya Allah, apa dokter itu orang jahat? kok dia buat mamaku menangis lagi. Aku buru buru menutup pintu itu.

Setelah di mobil aku bertanya,
" mama, kok mama menangis terus.? "
" nggak, mama nggak apa- apa sayang"

" ma, li..likimia itu apa?

Mama tiba tiba menghentikan mobil dan memandangku. Agak lama mama memandangku, sebelum akhirnya tersenyum.

" Itu nama Musuh kita sayang"
" Dia jahat ya ma? Kita ajak kerumah saja ma, biar nanti aku ajak main, aku bagi mainan deh. Pasti dia nggak jahat lagi"

Mama tidak menjawab apapun dan melanjutkan perjalanan pulang

Sudah 3 hari ini aku tidak masuk sekolah. Dan suatu malam, tiba tiba badanku menggigil, dan cairan putih keluar dari hidungku. Mama memelukku erat. Tapi entah kenapa makin lama aku makin susah bernafas.

" Mama, kelereng di botolku kok sudah habis?.."

Mama tidak menjawab apa- apa dan masih saja terus menangis. Si mbok juga disebelahku. Dia memijit kakiku.

" Sudah Adek istirahat saja ya sayang"
" Mama saja dulu. Jangan kawatir, besok ada Allah yang menemaniku di surga ma."

Aku merasa pandanganku tambah kabur dan gelap.

" Ma, apa mama masih marah sama papa?"

Aku tak mendengar mama menjawab apapun

" Jangan marah ya ma, Papa pasti orang baik. Karena mama juga baik. mungkin Azizah yang tidak baik. Gara- gara Azizah papa jadi pergi. Nanti kalau ketemu papa, tolong sampaikan kalau Azizah kangen ya ma"

" Iya sayang" Jawab mama sambil terisak

"Nanti Azizah akan bilang sama Allah biar kita semua, mbok juga, bisa berkumpul di surganya Allah yang indah. Azizah juga mau bilang sama Allah biar mama nggak diminta kerja lagi di surga, jadi mama bisa temani Azizah tiap hari. ya ma? "

" Iya sayang"

"Mama,.... semua gelap, Azizah tidur dulu................."

(syahidah)

Wallahua’lam bish Shawwab ....

Wednesday 31 October 2012

Ku Nantikan Kau dibatas Waktu

Di kedalaman hatiku..
tersembunyi harapan yang suci
tak perlu engkau menyangsikan
Lewat keshalihan mu yang terukir menghiasi dirimu
tak perlu dengan kata-kata
sungguh walau ku kelu
tuk mengungkapkan perasaan ku
namun penantian mu pada diriku jangan salahkan
kalau memang kau pilihkan aku
tunggu sampai aku datang
nanti ku bawa kau pergi ke syurga abadi
kini belumlah saatnya
aku membalas cintamu
nantikan ku di batas waktu
(Edcoustic_ Nantikan Ku di Batas Waktu)

Alunan nasyid dari salah satu grup nasyid popular mengalun dari netbook Dita. Pandangan kosong saat itu yang Dita tampakkan. Memandang netbook di hadapannya dengan jari di atas keyboard, diam tak bergerak. Tatapan matanya menerawang entah apa yang Ia pikirkan saat itu. Hingga sesekali bulir air matanya jatuh membahasi beberapa tombol keyboard di hadapannya. Nasyid milik Edcoustic mengalun tak berganti-ganti, entah sudah beberapa putaran lagu yang sudah berdendang.

Suara kodok dan desahan orang yang sedang tidur juga turut meramaikan suasana kamar kost yang berukuran 3 X 3. Cuaca dingin menambah kesyahduan malam itu. Yah… jam dinding sudah menunjukkan pukul 00.00 dini hari. Dita belum juga bisa memejamkan mata. Tetap pada kesibukannya memandangi netbook dengan lembar kerja Microsoft word. Ada beberapa patah kata yang tertulis dalam lembar kerja itu. Sebuah kejadian yang baru dia alami, tentang sebuah kesiapan yang menjadikannya bimbang tak menentu.

Dita adalah seorang akhwat, mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas di Bogor fakultas Psikologi. Dita adalah aktivis di berbagai organisasi dalam dan luar kampus. Segala aktivitasnya selalu yang berhubungan dengan syiar ISLAM. Semangatnya begitu luar biasa dan selalu aktif dalam kegiatan sosial. Ia adalah anak sulung dari empat bersaudara, berasal dari salah satu daerah yang ada di Jawa Timur. Di pundak Dita lah tumpuan harapan keluarga di sematkan. Ayah dan Ibu Dita hanyalah seorang pemulung yang penghasilannya hanya pas-pasan untuk makan sehari-hari. Kuliah pun Dita mendapat beasiswa secara penuh selama 4 tahun karena prestasi di bidang akademik yang luar biasa.
***

“Ukh… Tunggu ana ya” short massage service pagi-pagi muncul di layar HP Nokia, tersemat nama salah seorang aktivis ikhwan.

Dita sungguh kaget mendapatkan sms yang tidak wajar itu. Ikhwan itu memang sudah ia kenal karena berada dalam satu fakultas dan beberapa organisasi yang sama. Ya..ikhwan itu adalah ketua bidang kewirausahaan di salah satu organisasi di kampus. Ikhwan yang mempunyai semangat dakwah yang kuat dan selalu aktif juga dalam mensyiarkan Islam. Ikhwan ini juga yang diam-diam sempat membuat hati Dita kagum pada sosoknya dan masuk kriterianya sebagai pendamping hidup. Dengan hati yang penuh tanya dan dengan nada datar Dita menjawab pesan itu.
“Tunggu apa Akh? Ana kurang paham dengan sms antum”
“Pokoknya tunggu ana Ukh, InsyaAllah nanti anti akan tahu jika memang sudah waktunya.” Timpal Ikhwan itu

Gemuruh hati Dita mulai memuncak. Tanda tanya besar dengan jawaban ikhwan itu. Tak disangka dan Dita pun sulit mencerna apa maksud ikhwan itu. Beberapa saat Dita sempat hanyut dengan pikiran-pikiran yang dibuatnya. Untunglah Dita cepat tersadar lalu beristghfar dan memutuskan untuk mengakhiri sms itu.
“Oh..ya akh. Afwan ana sedang ada kerjaan. Iya di tunggu saja kabar dari antum. Afwan” Terkirimlah pesan penutup itu.

Dita masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Apa maksudnya? Tak bisa dipungkiri hati Dita yang notabenenya adalah seorang akhwat pastilah tersipu dengan isi sms itu. “Jika memang sudah waktunya” “Tunggu ana” hm… inilah yang menjadi pertanyaan. Dita mulai berpikir macam-macam dengan isi sms itu. Ada banyak kemungkinan-kemungkinan yang sempat melayang di pikirannya. Apa iya tentang sebuah kesiapan menuju pelaminan atau hanya sekedar kesiapan dalam hal lain di organisasi misalnya, lalu tunggu, apakah ada info yang mengejutkan tentang kuliah, tentang beasiswa atau apa??? Dita hanya berguman sendiri sesaat setelah mendapat sms itu.
Tak ingin terbuai dengan kabar yang belum jelas itu, akhirnya Dita memutuskan mempersiapkan presentasinya untuk beberapa mata kuliah hari ini. Bergegas Dita mengambil draft yang telah di persiapkan lalu membuka netbook dan mulai mencari Power point presentasi yang ia buat semalam. Dita mencoba mengalihkan pada presentasinya.

Jam Dinding menunjukkan pukul 06.30. Suara teman sekamar Dita tiba-tiba menegurnya
“Ta, kamu gak mandi dulu? Udah setengah 7 ni. Kamu ada kelas setengah 8 kan?”

Cepat Dita melirik jam yang ada di Netbooknya dan terbelalak.
“Iya Wi… maksih ya udah diingatkan. Ku terlalu fokus ni sama bahan presentasi nanti” Sahut Dita
“Ya..udah sana mandi. Biar aku yang beresin kamar.” Tawar Dewi
“Ok..sip.. makasih ya Wi”

Tepat pukul 07.15 Dita selesai dengan persiapannya. Langkah tegap dengan tas punggung yang tampak berat siap ia gerakkan. “Assalamu’alaikum wi, Ku ke kampus dulu ya” teriaknya sambil jalan. Sepanjang jalan Dita membaca hand out presentasinya. Membaca kembali isi presentasi yang nanti akan dilakukannya di depan kelas.
*Hari sudah mulai senja. Dita baru saja keluar dari kelas. Hari ini hari yang melelahkan buatnya karena ada 9 SKS yang harus Ia lalui dengan beruntun. Adzan Ashar mengantarkannya keluar dari ruangan kelas dan langsung menuju Masjid kampus. Ia ingin segera membasuh wajahnya dengan air wudhu.
“Benar-benar hari ini menguras tenaga ku Wi, 9 SKS dengan mata kuliah full praktek.” Curhatan Dita ketika bertemu Dewi di tempat wudhu akhwat
“Tetap semangat Ta, udah cepat ambil wudhu. Ntar keburu iqomah. Ku duluan ya.” Sambil meninggalkan Dita di tempat wudhu menuju lantai 3 Masjid kampus.
Sholat Asharpun telah berakhir. Dita dan Dewi memutuskan untuk segera pulang ke kostn. Sore ini mereka tidak ada kegiatan di organisasi maupun di tempat lain. Mereka berdua turun dari tangga akhwat menuju serambi lantai 2 tempat ikhwan. Segerombolan ikhwan masih ngobrol di tangga-tangga. Entah apa yang mereka bicarakan yang pasti seperti kebiasan akhwat saja. Dita dan Dewi memberanikan diri lewat samping gerombolan ikhwan itu menuju tempat sepatu. Ketika mengambil sepatunya, Dita tak sengaja menangkap wajah seseorang yang saat itu juga tengah melihatnya. Ya..ikhwan itu adalah yang mengirim sms tadi pagi. Semburat senyum terlihat pada wajah ikhwan saat mereka saling melihat. Terpaksa dengan salah tingkah Dita membalas senyum itu ala kadarnya lalu kembali menunduk dan berjalan meletakkan sepatunya sebelum ia pakai. Tentu getaran yang luar biasa kala itu. Cepat-cepat Dita melangkah meninggalkan masjid tanpa menoleh lagi kemana-mana dan terus berdzikir. Dewi yang tidak sadar dengan perubahan sikap Dita hanya mengikutinya dari belakang.

Sesaat setelah sampai kost, HP Dita bergetar. Dikeluarkannya dari dalam saku roknya. Ternyata dari ikhwan itu lagi. Cepat-cepat Ia buka.
“Asslm.. Ukh, Afwan, kalau ada waktu bolehkah ana berbicara dengan anti?”

Dengan cepat kilat, Dita menekan tombol replay lalu mengetik huruf demi huruf.
“Wa’alaikumsalam. Berbicara mengenai apa akh? Kapan?”
“Lebih baik ana komunikasikan nanti saja saat kita bertemu. Untuk waktunya anti bisanya kapan? ana menyesuaikan. Oh..ya nanti anti ajak mahram anti ya.”
“Oh..iya akh. InsyaAllah ahad ba’da ashar ana kosong.”
“Baiklah. InsyaAllah ahad sore di masjid kampus saja ukh.”
“Iya. InsyaALLAH.”

Begitulah singkatnya. Dita mengiyakan pertemuan itu tanpa mengetahui apa yang sebenarnya akan dijadikan topik dalam pertemuannya nanti. Yang pasti Dita ingin tahu apa yang menjadi niatan ikhwan itu hingga mengajaknya bertemu. Sepanjang sore itu Dita tak bisa lepas dengan hal itu. Selalu timbul pertanyaan dan pertanyaan. Hari ini adalah hari kamis berarti dua hari lagi. Gumannya.
***

Hari yang telah ditentukanpun tiba. Ahad selepas ashar Dita menuju masjid kampus. Saat itu Ia baru saja selesai kegiatan bhakti sosial yang diselenggarakan salah satu organisasi yang Ia ikuti. Jam tangan menunjukkan pukul 15.00 dan saat itu Dita masih dalam perjalanan di angkot. Pikirnya pasti akan terlambat. Langsung Ia mengeluarkan HP dan meencari-cari nomor seseorang di kontak HP nya. Ia akan sms Dewi dulu yang sore itu akan menemaninya menemui ikhwan itu.
“Wi.. ku masih di perjalanan. Kayaknya jam empat baru sampai masjid. Kamu ke masjid dulu ya. Tunggu aku di masjid aja. Macet banget ini.”

Sending massage. Dan beralih pada kontak selanjutnya. Kontak ikhwan itu pilihannya.
“Afwan Akh, ana terlambat datang. Ana baru saja selesai kegiatan di luar. Ini baru menuju kampus. Kira-Kira jam empat baru sampai. Afwan terlambat.” Cepat Dita mengirimkan pesan itu.
“Iya Ukh, tak apa. Ana tunggu di Masjid saja”

Dewi saat itu sudah berada di Kampus menunggu datangnya Dita. Pukul 15.45 ternyata Dita sudah sampai Masjid Kampus. Bergegas Ia mengambil air wudhu dan Sholat Ashar di masjid lantai 3. Selepas sholat Ia mengambil HPnya kembali dan meng SMS Ikhwan itu.
“Antum dimana? Ana sudah di masjid.”
“Di serambi lantai 2 ukh, sebelah utara. Di sini saja ya. Ana tunggu.”

Dita beranjak dari duduknya dan mendekati Dewi yang sedang asyik tilawah Al-qur’an.
“Wi.. yuk.. ke bawah. Dia ada di serambi lantai 2.” (Sambil tetap berdiri dan menampakkan wajah tegang dengan nada suara yang sedikit bergetar)
“Sekarang Ta? Kamu jangan nerveous gitu ah.. kelihatan tau.” Dewi bernada meledek

Dita hanya diam tak berminat menanggapi candaan Dewi yang dari pagi tadi gencar Ia lakukan. Dita hanya tersenyum tipis dan kembali mengontrol dirinya agar tak kelihatan nerveos. Perlahan kedua akhwat itu turun dari tangga menuju tempat ikhwan dan temannya berada. Semakin grogi yang dirasakan Dita saat itu. Sesekali Dita memegang tangan karibnya. Dingin..terasa dingin. Untungnya Dewi adalah karib yang cekatan mengerti kondisi Dita yang memang baru pertama kalinya di ajak bertemu oleh seorang ikhwan.
“Banyak berdzikir Ta… Tenang dan tarik napas pelan-pelan. OK” Senyum manis tergambar dari wajah Dewi saat itu.

Semakin dekat dengan tempat ikhwan itu duduk. Ternyata mereka sedang asyik ngobrol hingga tak sadar akan kedatangan mereka berdua. Dengan terpatah-patah dan sekuat tenaga Dita mengawali dengan salam “Assalamu’alikum”. Kedua ikhwan itu sempat kaget dan terdiam sesaat.
“Oh..wa’alaikumsalam ukh. Silahkan duduk di sana saja.”
“Iya syukron.”
Dita dan Dewi perlahan-lahan duduk berjajar. Pandangan Dita tak sekalipun tertengok pada Ikhwan itu. Ditapun tak banyak bicara dan memang sengaja memilih diam terlebih dahulu. Sesaat semuanya diam dan hening. Perasaan yang campur aduk semakin di rasakan oleh Dita. Untungnya ada hijab yang membentengi mereka sehingga tak terlalu nampak wajah tegang Dita saat itu.

“Ehm..mungkin kita buka dulu saja ya.” Suara berat itu mencoba mengawali. “Assalamu’alaikum wr.wb”
“Wa’alaikumsalam wr.wb” Ketiganya menjawab serempak
“Baikkalah pertama Ana ucapkan Jazakallah atas kesediaan Ukhty Dita dan Ukhty Dewi untuk memenuhi undangan Ana. Afwan jika sudah menyita waktunya.Mungkin langsung saja pada pokok pembicaraan. Sebelumnya ana mau bertanya, Apakah Ukhty Dita sudah mengetahui apa yang akan Ana bicarakan? ”

Terkaget dengan pertanyaan itu. “E… belum Akh!” Singkat jawaban dari Dita karena memang Ia tak tahu apa yang akan di bicarakan.
“Oh..baiklah kalau Anti belum tahu. Sebelumya Ana meminta maaf dulu dengan apa yang akan Ana bicarakan ini.” Diam sesaat. Ntah apa yang dipikirkan. Mungkin saat itu sedang mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan pembicaraan. Dita semakin bergetar dan mencoba untuk tak henti-hentinya menyebut nama ALLAH.
“E.. jadi begini Ukhty. Ana ingin menyampaikan kalau Ana ingin ber Ta’aruf dengan Anti”

Bagai disambar petir hati Dita setelah mendengar kata Ta’aruf. Sekujur badannya menjadi lemas. Ada angin bahagia, terkejut dan juga kesedihan yang kala itu datang secara bersamaan.
“Iya..itu Ukh, Niatan dari Ana. Ya.. tentunya niatan ini suci. Ana anggap anti masuk ke dalam kriteria. Sekarang monggo Anti tanggapi dan mungkin langsung saja Ana menanyakan apakah bisa diteruskan atau tidak?”

Masih diam dan hanya diam saja. Dita kehabisan kata-kata untuk menanggapi niatan suci itu. Dewi yang melihat karibnya seperti itu langsung bereaksi memberikan sentuhan hangat di punggung Dita. Akhirnya Dita pun beranjak dari kebisuannya.
“Iya Akh. Sebelumya Ana ucapkan Jazakallah, antum sudah menyampaikan niatan tersebut. Sepakat jika antum menyebutnya sebagai niatan suci. Oh..ya apakah ana boleh minta waktu untuk menjawab pertanyaan antum tadi?”
“Lho..kenapa harus ada waktu Ukhty. Ini kan hanya proses ta’aruf. Semuanya masih bisa menolak Ukh. Sampai nanti pada tahap khitbah pun anti bisa menolaknya. Tidak ada ikatan kan dalam proses ini. Ana pikir tidak perlu waktu untuk memutuskan bisa lanjut atau tidak. Kalaupun tidak juga Ana siap menerimanya Ukhty.”

Semakin bingung Dita menanggapinya. Ia tak bisa memutuskan dengan secepat itu. Ia harus berpikir terlebih dahulu. Akhirnya Dita meminta waktu sebentar saja. Dita dan Dewi langsung meninggalkan tempat mereka berbicara.
Percakapan antara Dita dan Dewi terlihat sangat serius. Dewi mencoba memberikan support kepada Dita untuk mengambil jalan yang terbaik. Dewi memberikan masukan-masukan tentang siap tidaknya Dita jika menjalani proses tersebut. Sedangkan Dita berpikir hingga jauh ke depan. “Ta’aruf itu gerbang menuju pernikahan Wi. Dalam prosesnyapun tidak diperkenankan lama-lama hingga menuju proses pernikahan walaupun memang tidak ada aturan yang saklek sekali tentang tenggang waktu karena masalah waktu bisa disepakati bersama. Sedangkan aku belum sama sekali terpikir kearah sana. Berita ini membuat ku kaget dan tak menyangka sebelumnya. Aku masih harus berpikir bagaimana keluargaku, Ayah, Ibu dan adik-adikku. Lagi pula orang tua ku tidak mengizinkan aku untuk menikah secepatnya karena mereka sangat berharap pada ku untuk perekonomian keluargaku. Kalaupun kami nantinya bisa saling sepakat tapi apakah iya semuanya akan tahan terhadap godaan dan maksiat yang mungkin akan di jalani selama 4 tahun ke depan? ”
Begitulah singkatnya dialog antara mereka berdua hingga dengan mengucapkan BISMILLAH Dita sudah menetapkan keputusan final dalam hatinya. Entahlah keputusan yang diambil dalam waktu yang singkat itu akan berdampak apa. Akhirnya mereka kembali ke tempat semula. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, Dita memulai pembicaraan.
“Sebelumya afwan, Ana sudah mempunyai keputusan apakah bisa di lanjut atau tidaknya(Diam). Ana memutuskan untuk “TIDAK”.” Angin segar menembus celah-celah hatinya. Ia lantang dan terdengar mantap saat mengatakan TIDAK.
“Oh..baiklah ukhty” Suara ikhwan itu menjadi berat dan pelan. “Syukron atas tanggapannya. Afwan kalau boleh tahu apa alasanya Ukhty?”
“Sejujurnya ana belum berpikir hingga ke situ Akh dan Ana belum dapat restu dari orang tua serta banyak pertimbangan-pertimbangan yang lain yang Ana tidak bisa ungkapkan di sini. Afwan”
“Oh..iya Ukh. Kalau memang itu keputusan anti dan Ana pun juga tidak meminta lagi Ukh. Terpenting sekarang adalah ana sudah menyampaikan niatan ini ke anti. Ana juga takut dengan godaan-godaan syaithon jika hal ini tidak Ana komunikasikan karena memang niatan ini sebenarnya sudah sejak lama ada. Dan Ana tidak menyangka jawaban anti akan seperti itu. Ya sudah Ukhty.. itu saja yang ingin ana sampaikan. Sekali lagi Jazakallahu atas waktu yang telah diluangkan. Ditutup saja dengan istighfar dan penutup majelis.”

Kedua ikhwan itu langsung berdiri dan beranjak pergi dari tempat itu. Dita dan Dewi tetap pada posisinya. Dita ingin menenangkan diri terlebih dahulu. Dita meminta kepada Dewi untuk menemaninya sesaat dan Ia mengungkapkan kebimbangan hatinya. Mengenai keputusan yang Ia ambil itu salah atau benar. Apakah tidak secara sepihak Ia memutuskan hal tersebut. Menyakitkan atau tidak dan lain-lain. Pikiran Dita jauh melayang-layang dengan segala kekhawatirannya. Dewi yang tahu kondisi karibnya sedang labil memilih menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu. Dewi membiarkan Dita berbicara panjang dan lebar, tak pernah sekalipun Dewi memotong pembicaraan Dita. Ketika Dita menyadari bahwa hari semakin petang barulah Dita mengakhiri celotehannya. Di saat itulah Dewi memberikan sebuah respon atau lebih tepatnya penguatan kepada Dita.
“Ta… Benar atau salahnya keputusan yang kita ambil dalam hidup ini hanya ALLAH yang tahu. Kita sebagai hambaNYA hanya bisa ikhtiar sembari berdoa. Sepantasnya kita menyerahkan semuanya pada Rabb kita. Allah ingin kamu merasakan fase hikmah sebelum datang KEYAKINAN yang sesungguhnya.” Lembut suara Dewi sehingga seketika itu juga Dita meneteskan air mata dan langsung memeluk erat-erat karibnya.
“Jazakillah ya Wi…Sebenarnya berat harus memikul amanah ini Wi. Tapi ku anak sulung yang harus kuat dihadapan adik-adikku dan juga kedua orang tuaku. Tak tahu pengorbanan untuk menunda yang sebenarnya menjadi keinginanku juga apakah keputusan yang baik atau tidak ku serahkan semua pada Allah. Nantinya aku tak mau membebani semuanya.” (Ucap Dita yang semakin lemas)
***

Dita masih dalam buaian renungan yang dalam. sekarang sudah pukul 03.00 tapi mata Dita juga belum bisa terpejamkan. Netbooknya masih menyala dan alunan nasyid masih setia menemani kegalauan Dita. Alarm HPnya berbunyi seketika membuat Dita tersadar. Sudah saatnya Qiyamul Lail. Tanpa berpikir panjang Dita bergegas mengambil air wudhu, menyegarkan badannya dengan dinginnya air. Sajadah Ia bentangkan, Mukena Ia pakai dan menarik napas dalam untuk menenangkan diri. Berniat untuk mengadu pada Sang Khalik atas segala kegalauan yang sedang Ia rasakan itu.
“Ya..Rabb.. Hamba mohon ampun atas segala Dosa yang telah hamba lakukan. Hamba lemah ya Rabb tanpaMU. Hamba mohon Ampunilah diri ini.”
“Allohumma inni astakhiiruka bi ‘ilmika wa astaqdiruka biqudrotika wa as-aluka ming Fadhlikal ‘azhiim, Fa innaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta’lamu wa laa a’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allohuma ing kunta ta’lamu anna haadzal amro khoirul lii fii diinii wa ma’aasyii wa’aaqibati amrii. Wa in kunta ta’lamu anna haadzal amro syarrul lii fii diinii wa ma’ aasyii wa ‘aaqibati amrii fashrifhu ‘annii washrifuu ‘anhu, waqdur liyal khoiro haitsu kaana tsumma ardhinii bih”
“Ya Alloh sesungguhnya aku memohon pada MU kiranya Engkau berkenan menetapkan pilihan yang terbaik untukku berdasarkan ilmu MU; memohon kepada MU kemampuan untuk bisa meraihnya dengan kekuasaanMU; dan memohon kepada MU agar aku memperoleh karunia yang agung. Sebab sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa, sedang aku tidak berkuasa; Engkau Maha Tahu sedang aku tidak tahu; Engkau Maha Mengetahui semua hal yang ghaib. Ya Allah jika Engkau mengetahui urusan itu terbaik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka tetapkanlah urusan tersebut untukku dan mudahkanlah untukku. Lalu berkahilah dia untukku. Sebaliknya Engakau Maha Tahu bahwa urusan ini buruk untukku dalam agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka jauhkanlah tersebut dariku. Dan jauhkanlah aku darinya. Tetapkanlah kebaikan untukku dimana saja berada, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya.”

Dita mengakhiri Doanya dalam sujud yang panjang sembari menitikkan air mata yang yang semakin deras. Dita merasakan sangat dekat dengan Rabbnya. Hingga Adzan Shubuh berkumandang Dita masih khusyuk dengan aduan pada Rabbnya. Dalam hatinya berkata “KU NANTIKAN KAU DI BATAS WAKTU”